Friday, November 02, 2007

Akibat Penggrebekan Fatal untuk anak-anak yang ditinggal

La Opinión, News Report,
Maribel Hastings, diterjemahkan oleh Elena Shore, Nov 01 2007

CATATAN: Laporan pertama yang menganalisa dampak penggrebrekan terhadap anak-anak menemukan efek psikologis yang besar, termasuk depresi, post-trauma stress dan bahkan pemikiran untuk bunuh diri.

WASHINGTON, D.C. — Untuk setiap dua orang dewasa yang ditahan karena penggrebekan imigrasi, seorang anak tertinggal. Dua pertiga anak-anak ini adalah warganegara Amerika Serikat., lebih dari sepertiga adalah anak-anak berusia dibawah 6 tahun, dan hampir dua pertiga anak-anak tersebut dibawah 11 tahun, menurut studi dari National Council of La Raza (NCLR) dan the Urban Institute. Laporan berjudul “ Membayar dampak Penggrebrekan Imigrasi terhadap anak-anak Amerika.” adalah pertama kali menganalisa masalah ini.Pengarang dari studi ini meminta Konggres untuk melakukan sidang hearing untuk dengar pendapat dan pengalaman anak-anak yang menjadi korban penggrebrekan ini.

Lebih dari lima juta anak di USA, tiga juta diantaranya warganegara AS, sedang berada dalam resiko dipisahkan dari orang tuanya karena penggrebrekan. Ini adalah anak-anak yang setidaknya memiliki satu orang tua yang tidak memiliki surat. dan banyak diantara mereka yang telah dipisahkan dari keluarga mereka.

Anak-anak itu menghadapi kerusakan psikologis dalam jangka waktu pendek dan panjang ketika mereka dipisahkan dari kedua orang tuanya. Ini termasuk depresi, post-trauma stres, kegelisahaan, perasaan diabaikan dan pemikiran untuk bunuh diri. Penggrebrekan juga memiliki dampak ekonomi terhadap keluarga dan membuat anak-anak sulit berkonsentrasi dalam sekolah.

Jaringan pendukung seperti keluarga, gereja dan organisasi swadaya masyarakat juga telah menerima dampak dari penggrebrekan, akibat gagalnya reformasi imigrasi komprehensif tahun ini.

“Semua anak-anak ini dalam resiko karena penggrebrekan telah menjadi hal yang biasa dan alat pemerintah federal untuk menegakkan hukum imigrasi, kata Randy Capps, demografer dari the Urban Institute dan pengarang dari laporan ini.

Studi ini menganalisa efek dari penggrebrekan di tiga komunitas: Greeley, Colo., Grand Island, Neb., dan New Bedford, Mass.

Di tiga kota ini, terdapat total 912 orang dewasa yang ditahan, mengakibatkan 506 anak telantar. Tahun ini saja, Capps menjelaskan, lebih dari 4,000 orang telah ditahan dalam penggrebrekan imigrasi.

Capps mengatakan kepada koran berbahasa Spanyol La Opinión kalau peneliti-peneliti tidak tahu berapa banyak anak-anak berwarganegara Ameriak harus meninggalkan AS untuk bertemu kembali dengan orang tuanya. “Tapi ini salah satu yang kita sedang teliti,” katanya.
Janet Murguía, presiden dan CEO dari NCLR, berharap laporan ini membuka jalan untuk lebih banyak studi dalam situasi yang dia katakan “Anggota masyarakat yang paling rawan menjadi korban.” Dia mendesak Konggres dan pemerintah untuk “memisahkan emosi dengan rasional dalam masalah imigrasi AS dan mencari jalan untuk mengimplementasikan hukum untuk menjamin perlindungan anak-anak.

Laporan ini juga meminta Konggres mengalokasikan dana untuk organisasi yang menyediakan dukungan anak-anak korban penggrebrekan dan juga sekolah dan agensi lokal untuk menyiapkan rencana khusus untuk merespon penggrebrekan yang marak thaun ini. Keluarga harus juga menyiapkan rencana darurat untuk mencari jalan keluar bila mereka ditahan dalam penggrebrekan dan juga menyiapkan dokumen anak-anaknya terutama kalau anak tersebut adalah berwarganegara Amerika.

Menurut laporan, pengalaman dari tahanan bervariasi: Beberapa dideportasi setelah 24-48 jam setelah digrebek (mayoritas adalah asal Mexico); yang lain ditahan sampai enam bulan; banyak tahanan dipindahkan ke pusat penahanan diluar state. Tahanan yang mengidentifikasikan diri sebagai orang satu-satunya yang bertanggungjawab atas anak-anak atau keluarganya harus membayar minimum $1,500, tapi menurut laporan, “Beberapa yang diwawancarai membayar sampai $10,000 dalam beberapa kasus.”

Ada setidaknya 10 persen dari tahanan menghadapi dakwaan kriminal, terutama karena mengunakan dokumen palsu.

Rosa Maria Castaneda, seorang peniliti di Urban Institute, menjelaskan pada hari penggrebrekan terjadi, otoritas imigrasi tidak sensitif terhadap orang tua dan kebutuhan anak-anak. Banyak orang tua bahkan tidak mengatakan bahwa mereka memiliki anak karena takut anaknya diambil oleh negara. Mereka tidak diperbolehkan mengunakan telepon gengam, “bahkan dari ponsel mereka sendiri,” untuk memberitahukan anak mereka bahwa mereka telah ditahan.

“Dalam tiga tempat yang diteliti, anak-anak tersebut tinggal sendiri setidaknya satu hari tanpa orang tua mereka,” kata Castaneda, yang kemudian tuan rumah, sekolah, babysitter menjaga anak itu.

Beberapa keluarga dari tahanan bersembunyi di basement berminggu-minggu karena takut otoritas imigrasi.

Tetapi setelah penggrebrekan itu, tidak hanya berdampak pada anak-anak secara psikologis. Dalam ukuran ekonomi, tiap keluarga mengalami penurunan pendapatan (bila salah satu orang tua tertahan). Jaringan pendukung yang bertindak sebagai responder pertama juga terkena dampaknya.

Anggota keluarga yang bertanggung jawab atas anak tersebut kehabisan uang dalam waktu singkat. Karena mereka juga takut dideportasi, mereka tidak mencari layanan untuk membantu anak-anak yang berwarganegara AS.

Gereja-gereja dan organisasai NGOs membantu keluarga yang terkena dampaknya, tapi sumber daya mereka terbatas dan hanya dapat menyediakan bantuan tiga sampai empat bulan.
Sekolah juga mengambil peran: dalam kasus Grand Island, beberapa guru sukarela untuk mengantar anak-anak tersebut pulang ke rumah.

Jaringan pendukung dianggap sukses dalam batasan bahwa tidak ada laporan bahwa anak-anak tersebut dibawa oleh negara. Tapi beberapa kelompok telah menerima telepon mengenai anak-anak yang telah diambil oleh negara.

Hukum Kongresional bertajuk “Keluarga Utama,” ditulis oleh Rep. Hilda Solis, D-Calif,dan Sen. John Kerry, D-Mass., mendesak otoritas imigrasi untuk mengimplementasikan kebijakan yang lebih manusiawi dalam penahanan dan proses imigran ilegalterutama bila hidup anak-anak mereka menjadi taruhan.