Wednesday, September 26, 2007

Mengundang untuk menulis

Hai masyarakat Indonesia di Amerika Serikat,

Kami mengundang saudara untuk menulis kisah, cerita, pendapat atau keluh kesah saudara/i untuk diterbitkan di media Dunia-Kita.

Setiap tulisan tidak lebih dari 500 kata.

Kirimkan artikel melalui email : enche[at]dunia-kita.com

nb: ganti [at] dengan @

Terima kasih atas partisipasinya,
Dunia Kita

Soal Perubahan Iklim

Konferensi Bali Jadi Solusi

[NEW YORK] Para pemimpin dunia yang bertemu dalam Sidang ke-62 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menyerukan arti penting konferensi PBB mengenai perubahan iklim di Bali, Desember mendatang. Hal itu tercermin dari pernyataan sejumlah pemimpin dunia, yang menyiratkan perlunya terobosan kesepakatan global untuk menyelamatkan lingkungan, sebagai kelanjutan dari Protokol Kyoto yang akan berakhir pada 2012.

Pada sidang yang berlangsung di Markas Besar PBB, di New York, Selasa (25/9) waktu setempat, Sekjen PBB, Ban Ki-Moon mengajak seluruh kepala pemerintahan dan kepala negara untuk hadir pada konferensi di Bali. "Perlu satu terobosan dalam menghadapi ancaman pemanasan global dan perubahan iklim pada pertemuan di Bali nanti. Let's go to Bali," serunya.

Senada dengan itu, Presiden Brasil Luis Inacio Lula da Silva menegaskan, apa yang sudah dilakukan masyarakat internasional selama ini belumlah cukup. "Kita perlu menyusun lebih banyak target yang ambisius menghadapi ancaman perubahan iklim global," ujarnya, sebagaimana dilaporkan wartawan SP Wim Tangkilisan, dari New York, Rabu (26/9) pagi.

Dukungan demi tercapainya kesepakatan global untuk menyelamatkan bumi antara lain ditegaskan Emir Qatar, Sheik Hamad Khalifa Al-thani. "Kami akan mendukung seluruh upaya untuk mencapai kesinambungan pembangunan di tengah ancaman perubahan iklim global," janjinya.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat bertemu masyarakat Indonesia di New York menegaskan, konferensi di Bali harus sukses karena sudah menjadi perhatian dunia.

Kesepakatan Dasar

Sebelumnya, di hadapan sejumlah duta besar negara anggota PBB, Presiden Yudhoyono berharap Konferensi ke-13 Negara Pihak dari Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) di Bali akhir tahun ini dapat mewujudkan suatu zona kesepakatan. "Yang kami harap di Bali nanti dapat tercipta zone of possible agreement (zona kesepakatan)," kata Yudhoyono.

Menurut Presiden, penanganan isu perubahan iklim harus segera dilakukan karena perubahan dunia menuju arah itu tidak dapat dihentikan lagi. Dia lantas merujuk pada sejumlah kasus bencana yang terjadi akibat perubahan kondisi lingkungan.

Presiden juga berharap, pertemuan di Bali dapat merumuskan suatu kerangka dasar kesepakatan baru untuk menggantikan Protokol Kyoto yang mandatnya akan segera berakhir.

Presiden Yudhoyono juga menyampaikan harapannya mengenai terciptanya suatu mekanisme yang benar-benar dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Dia juga menegaskan, saat ini dunia tengah melihat ke Bali, dan di Bali nanti seluruh pihak akan melihat masa depan dunia.

Indonesia, selaku tuan rumah Konferensi ke-13 UNFCC, akan membawa tujuh agenda dalam pertemuan tersebut, yaitu adaptasi, migitasi, mekanisme pembangunan yang bersih (clean development mechanism/CDM), mekanisme finansial, pengembangan teknologi dan kapasitas, pengurangan deforestasi (perusakan hutan), serta pasca-2012 atau pasca-Protokol Kyoto.

Setelah Indonesia, Polandia dan Denmark akan menggelar pertemuan lanjutan, dengan tujuan untuk melanjutkan segala sesuatu yang dirumuskan di Bali.

Sementara itu, Presiden Polandia Lech Kaczynski menyatakan keyakinannya bahwa pertemuan UNFCC akan mencapai suatu solidaritas yang lebih tinggi, terkait penanganan isu perubahan iklim. "Bagi Polandia, seruan ini adalah seruan untuk solidaritas," katanya.

Dia mendukung seruan Indonesia agar negara-negara di dunia mulai memberikan perhatian lebih pada isu perubahan iklim.

Hal senada juga diungkapkan Menteri Lingkungan Kenya, David Mwiraria. Dia menegaskan perlunya langkah kolektif dunia untuk menyelamatkan lingkungan dan kehidupan manusia mendatang.

Sedangkan Perdana Menteri Denmark Anders Fogh Rasmussen menegaskan, program untuk mengatasi isu perubahan iklim, boleh jadi proyek yang ambisius. Namun, tetap suatu hal yang realistis untuk dilakukan oleh seluruh pihak. [Ant/A-17]

Wednesday, September 19, 2007

Suharto dituduh PBB

Dalam satu dokumen PBB dan Bank Dunia berjudul "Stolen Asset Recovery" yang berarti Pengembalian Aset Curian, mantan presiden Suharto dikaitkan dengan hilangnya aset Indonesia sebesar 15 sampai 35 miliar dollar antara tahun 1967 sampai 1998.

Selain Suharto, dokumen ini menempatkan mantan penguasa Filipina, Ferdinand Marcos, dan Mobutu Sese Seko dari Zaire di urutan kedua dan ketiga terbesar sebagai penjarah kekayaan negara.

Tabel di dokumen PBB itu menunjukkan bahwa Marcos menjarah sekitar 5 sampai 10 miliar dollar uang Filipina.

Mobutu diperkirakan menyelewengkan sekitar 5 miliar dollar uang negaranya.

Prakarsa ini dimaksudkan oleh PBB dan Bank Dunia sebagai upaya untuk membantu negara-negara berkembang mendapatkan kembali kekayaan mereka yang dijarah oleh para pemimpin mereka dan diduga disimpan di berbagai negara asing.

Menurut dokumen ini, angka-angka tentang uang curian itu didasarkan pada data dari lembaga pemantan korupsi, Transparansi Internasional, serta bahan-bahan yang disiarkan oleh media massa.

Peluncuran prakarsa PBB-Bank Dunia ini dihadiri oleh para pejabat tinggi dari banyak negara.

Dari Indonesia hadir Wakil Kepala Perwakilan Tetap RI di PBB, Adiyatwidi Adiwoso, dan Direktur Perjanjian Internasional Departemen Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno.