Friday, October 19, 2007

Penggrebekan Hari Senin Malam

PHILADELPHIA - Hari Senin 14 Oktober yang lalu, setengah lusin petugas mengaku dari kepolisian mencoba memasuki salah satu rumah di sekitar Moore dan 16 th Street.
Saat itu pukul 6.50 pm. Pertama-tama terdengar ketukan dan bel dari pintu, tidak berapa kemudian gedoran semakin kencang dan bel berdering tanpa henti. Saya sedang berada dalam kamar rumah tersebut, saat itu saya sedang bertamu.

“Ini sepertinya tidak wajar ce” kata temanku sambil mencoba mengintip dari pintu kamar. Tidak lama kemudian gedoran pintu semakin kencang disertai teriakan “Police, open the door!” Petugas yang saya curigai sebagai ICE itu (Immigration Custom Enforcement) lalu mengepung rumah dari depan dan belakang. Mereka mengarahkan senter ke lantai atas.

Teman saya lantas mematikan lampu dan terus berdoa dalam hati. Ada enam orang di dalam rumah berlantai tiga itu, tidak ada yang membukakan pintu.

20 menit berlalu, terdengar suara dari belakang rumah “They work!, they work!” dan tak lama kemudian tidak terdengar suara apa-apa lagi. Hening dan gelap gulita.

Tak lama, penghuni rumah pun saling berkomunikasi, ada apa? bagaimana keluar dari rumah ini? dari pembicaraan diketahui bahwa memang ada dua penghuni rumah yang kasus asylumnya telah mencapai banding/appeal ke II yaitu mewajibkan aplikan untuk kembali ke negara asalnya.

Lantas bagaimana langkah selanjutnya? Penghuni kamar depan mengatakan bahwa ada kemungkinan petugas masih mengintai dan bersembunyi di rumah warga Amerika yang berkulit hitam di depan rumah.

Tidak ada yang berani keluar dari rumah maupun menyalakan lampu atau membunyikan suara, Saluran telepon dimatikan dan tidak ada yang berani mem-flush toilet setelah dipakai.
Lalu berkembanglah skenario keluar dari rumah itu. “Kita perlu evakuasi.. tapi kapan?” tanyaku. Ada yang mengusulkan supaya memanggil pengacara supaya bisa membantu penghuni rumah keluar.

Tapi adapula yang tidak setuju karena tidak ingin terjerat masalah hukum. Akhirnya penghuni rumah menunggu situasi yang lebih baik.

Jam 10.30 saya dan teman saya tertidur, setelah dia menyiapkan beberapa pakaian dan dokumen-dokumennya. Pukul 12.30 malam itu juga saya dibangunkan. Kabarnya ada yang akan menjemput, seorang Pendeta dari gereja ternama di Phila.

Lalu proses evakuasi pun dilaksanakan, satu persatu penghuni keluar dari persembunyian dan ikut mobil tersebut.

Akhirnya, tidak ada penghuni rumah yang tertahan malam itu.

BUKAN YANG PERTAMA KALI
Penggerebekan semacam ini bukan pertama kali yang saya rasakan dan amati.
Setahun yang lalu, rumah yang saya tempati juga pernah didatangi petugas. Kebetulan, hari itu juga hari Senin malam.

Juga tidak ada orang yang tertahan, semua penghuni rumah yang diperiksa saat itu semua memiliki surat. Hanya sepasang suami istri ketemu disini yang tinggal di basement yang tidak memiliki surat, tapi untungnya tidak ikut diperiksa karena mungkin petugas menganggap tidak ada yang tinggal di basement.

Setengah tahun yang lalu pun gerombolan petugas imigrasi sering mendatangi rumah-rumah di South Philly, street besar atau kecil sama saja.

Hampir semua penggerebekan itu berlangsung hari Senin malam sekitar pukul 6 dan 7.

BIKIN TRAUMA
Meski memiliki surat, penggerebekan semacam ini tentu membuat jantungan, bagaimana tidak? Petugas datang bergerombol dan bertindak sangat agresif dan intimidatif. Setelah berhasil masuk ke dalam rumah, mereka bertindak interogatif seakan-akan penghuni rumah adalah pelaku kriminal kelas berat. Hal-hal semacam ini tentu membuat penduduk resah entah yang berstatus imigran terang maupun gelap.

Ms. Delarosa-Delgado, 42, seorang asisten yang bekerja di sekolah dan berasal dari Republik Dominika juga merasakan hal yang sama. Meski dia adalah warganegara AS dia merasa perlakuan petugas imigrasi AS ini telah mencapai titik keterlaluan.
‘’Ini tidak benar,’’ katanya. ‘’Anak-anakku ketakutan, mereka harus duduk di ruang tengah, diam seperti kriminal cilik.’’

‘’Tentu, baik mencari pelaku kriminal, tapi mereka harus 100% yakin bahwa di daam rumah tersebut memang ada pelaku kriminal. Mereka tidak bisa datang cuma karena alamat saya muncul di layar komputer mereka.”come in just because my address pops up in the computer.’’
Esoknya setelah malam mengerikan tersebut, terdengar kabar bahwa telah terjadi penggrebekan serupa di kediaman imigran asal Indonesia juga di sekitar South Philly di waktu yang hampir sama.

Dikabarkan seorang wanita paruh baya tertangkap dan saat akan ditahan petugas, dia jatuh pingsan karena stroke dan langsung dilarikan ke rumah sakit.

Mungkin diperlukan metode yang lebih baik untuk mengatasi persoalan imigrasi di AS. Ada ide?

email: enche@dunia-kita.com
atau telp 215 459 4057
untuk komentar dan saran atas tulisan ini.

3 Comments:

Anonymous dancukan_phila said...

sepandai pandai tupai melompat..sekali kali gagal juga ..sepandai pandai ilegal melompat..sekali kali...ketangkap juga...yang bantu evakuasi bisa terlibat dan ditangkap tuh...

9:16 PM  
Anonymous Anonymous said...

Saatnya bangsa warga Indonesia yang illegal bersatu tampaknya. Coba tengok kawan kita dari Amerika Latin (Meksiko), Korea, China; jika ada masalah kok mereka dengan gampangnya diselesaikan, walau untuk sementara. Kok bagi warga Indonesia yang sudah memiliki 'surat' di US tidak bisa membantu atau memberi info kepada kawan-kawan yang masih illegal.

9:53 AM  
Anonymous Anonymous said...

buat yang meng'adu' untung...
kemana jiwa "persatuan Indonesia" anda???
jangan lupa... di dalam tubuh anda, masih mengalir "darah-Indonesia"......

si Pancasialist ex anggota PP, ranting Kebayoran Baru.

6:57 PM  

Post a Comment

Links to this post:

Create a Link

<< Home