Wednesday, July 12, 2006

Impian Amerika

“The American dream itu jahat, membunuh dan mematikan ....” (Hubert Selby)

Beberapa minggu lalu, kita membaca tentang penangkapan 30-an WNI ilegal di New Jersey. Usia mereka antara 18-57 tahun, sudah tinggal di Amerika antara 6-16 tahun. Salah seorang diantaranya bahkan digambarkan dalam keadaan depresi. Mereka datang ke AS tentu saja untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik.

Banyak sudah cerita tentang imigran ilegal yang mengejar impian jauh dari negeri asal mereka. Meninggalkan tanah kelahirannya dan mencari penghidupan di negeri baru yang tak kalah kerasnya. Mereka terpisah dari keluarga, dieksploitir di tempat-tempat kerja kasar, “dikunci” di tempat kerjanya, gajinya dimanipulir (bahkan dalam hal-hal tertentu dilecehkan secara seksual), dikejar-kejar, dan kalau tertangkap ... masuk penjara.

William Vega, profesor kesehatan masyarakat di Universitas Berkeley-California malah menyebut kebanyakan imigran di Amerika menderita kekacauan mental cukup serius. Apa mau dikata, itu adalah risiko dari pilihan hidup yang diambil, kata Bung Harry Lukman di Washington, yang kemudian mengutip ungkapan “bermain api terbakar bermain air basah”.

Bagaimana pun, Amerika adalah negeri impian, negara supra modern dengan segala keajaibannya, negeri harapan para imigran.
The American dream dengan segala materialisme, konsumtifisme, hedonisme, dan liberalisme-nya telah membius banyak orang, dan memicu terjadinya gelombang kaum imigran. Sebagian berhasil meraih impian itu, sebagian tidak.

“Benci atau tidak, kita harus mengakui, kita sudah total terbius cara hidup Amerika dengan impiannya,” kata Sindhunata.

Tom Cruise ketika membintangi film Far and Away -- yang berkisah tentang dua anak manusia yang mengejar impian jauh dari negeri asal mereka-- menyayangkan banyak orang yang cenderung merasa pesimis dan sinis terhadap mimpi-mimpi. “Namun bagi saya, tetaplah bermimpi, karena hal itu akan membuat hidup menjadi lebih indah dan ringan,” katanya.
Nah, apa yang diimpikan Hubert Selby sungguh mengejutkan. Sastrawan senior AS ini ketika dalam sebuah wawancara ditanya, apa yang ingin Anda impikan, andaikan Anda boleh bermimpi? Jawab Selby, “Saya ingin bermimpi tentang akhir sebuah mimpi, yakni tentang akhir dari the American dream.”

Pengarang buku kontroversial Last Exit to Brooklyn itu menyatakan manusia tak bakal mengenal, memperoleh makna, dan kebahagiaan, bila ia menggantungkan dirinya pada the American dream. Sebab the American dream membalikkan hal itu: manusia akan bahagia, bila ia mengambil, menumpuk harta, mempertahankan diri dan kebenarannya sendiri. Impian macam ini akan menghancurkan tiap etika, moral, dan nilai-nilai.
Pertanyaannya kemudian, bagaimanakah hidup yang bermakna menurut Selby? “Bila manusia mau memberi, dan tidak mengambil. Kebahagiaan hidup tidak terletak dalam menumpuk harta, tetapi memberikan apa yang kita punya.”

Benarkah begitu? Entahlah..., rasanya Anda masing-masing yang lebih tahu.

0 Comments:

Post a Comment

Links to this post:

Create a Link

<< Home